Kamis, 22 Mei 2014

Changhua – Chiayi – Penghu : Sebersit Kekecewaan Dibalik Kenangan Tak Terlupakan (Hari Ke-1)

Waktu tidak lama berselang sejak saat pertama kali saya menerima kabar bahwa penyanyi Taiwan idola saya akan berada di Penghu selama bulan Mei untuk syuting film terbaru hingga saat saya memutuskan untuk bergabung dalam tur 2 hari ke Penghu bersama rekan-rekan dengan minat yang sama. Saya, suami saya, beserta enam orang kawan lainnya akan menempuh perjalanan yang biasa kita sebut dengan perjalanan ‘mengejar bintang’. Kegembiraan saya memuncak hingga menyingkirkan seluruh kekhawatiran tentang besarnya biaya yang harus dikeluarkan sepanjang perjalanan. Meskipun saya masih membawa tas ransel di punggung, namun saya memesan kamar di hotel bintang lima, menyewa mobil van beserta sopir yang sebagian besar waktu kami anggap sebagai pemandu wisata, dan memesan makanan tanpa melihat harga terlebih dahulu. Usaha kecil saya untuk menghemat biaya dengan memilih naik kereta biasa dibandingkan kereta THSR (Taiwan High-Speed Rail) dari Taipei menuju Chiayi gagal total. Kami akan berkumpul di Stasiun Kereta Chiayi pada pukul 8 pagi dan tidak mungkin kereta biasa dari Taipei dapat tiba di Chiayi pada waktu yang sedemikian pagi. Oleh karena itu, saya harus berangkat sehari sebelumnya dan bermalam di Chiayi yang berarti membutuhkan anggaran lebih untuk biaya penginapan. Dengan semangat untuk menjadikan perjalanan kali ini penuh dengan pengalaman baru, tidak membelanjakan uang dengan sia-sia tanpa melakukan hal yang berarti, saya pun memutuskan untuk singgah sejenak di Changhua, Kota Bambu bersejarah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Chiayi.

Tiket Kereta ke Changhua di atas Ransel Murah Saya
Selamat Datang di Changhua
Changhua memiliki peran yang penting dalam sejarah Taiwan karena perannya sebagai markas bagi Han (salah satu suku etnis Cina) pada saat mereka melakukan invasi ke Taiwan dan mempertahankan diri dari suku aborigin Taiwan. Untuk menjalankan fungsi tersebut, dibangunlah sebuah benteng yang terbuat dari bambu, sehingga tempat ini juga dijuluki sebagai Kota Bambu. Karena saya akan tiba pada sekitar pukul 3.30 sore dan masih harus melanjutkan perjalanan ke Chiayi pada hari yang sama, rencana saya adalah untuk melakukan kunjungan singkat ke obyek wisata paling ternama di Changhua, Baguashan Giant Buddha Scenic Area. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa perjalanan singkat ini berubah menjadi penuh lika-liku, saat-saat kebahagiaan yang diikuti dengan ketergesa-gesaan, kesedihan yang digantikan dengan harapan, dan kegembiraan yang dilengkapi dengan kejutan di luar perkiraan.

Perjalanan menuju ke Baguashan Giant Buddha Scenic Area dari Stasiun Kereta Changhua terbilang cukup mudah, hanya perlu naik bis dengan nomor 6933 atau 6912 dari Terminal Bis Changhua yang berjarak 5 menit perjalanan kaki dari stasiun kereta. Kunci untuk tetap membuat perjalanan ini mudah adalah dengan memperhatikan arah perjalanan bis, pastikan bis yang kita naiki menuju halte Lugang dan bukan sebaliknya, seperti yang saya lakukan! Mungkin tiba di Changhua, kampung halaman dari penyanyi idola saya kepada siapa perjalanan ini didedikasikan, telah membuat saya terlalu bersemangat sehingga tidak memperhatikan detil. Mungkin juga cuaca panas bulan Mei menyebabkan pikiran saya tidak jernih dan terlalu berharap untuk dapat segera melepas penat dalam kesejukan pendingin udara bis. Saya tidak tahu faktor yang mana, atau mungkin memang kombinasi dari kedua faktor tersebut, yang telah mendorong saya untuk menaiki bis yang salah.

Memperhatikan sekitar melalui kaca jendela bis, saya dapat merasakan suasana sebuah kota yang memiliki sejarah panjang. Berbagai toko dengan sentuhan modern dan merek baru berhimpitan dengan aneka kedai makanan tua dan tradisional di kedua sisi jalan kecil yang sibuk. Merupakan hal yang tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa beberapa kedai makanan di sepanjang jalan ini sudah memiliki sejarah lebih dari 50 tahun dan tetap bertahan dikarenakan kelezatan dan keunikan rasanya. Dua kedai yang paling terkenal saat ini adalah Bakso Beimenkou, yang tidak dapat saya coba meski seberapa lezat pun rasanya karena saya tidak diperbolehkan makan daging babi, dan Susu Pepaya Dawang, yang sayangnya juga harus saya lewatkan karena keterbatasan waktu. Kedua kedai tersebut dapat dicapai hanya dengan berjalan kaki dari Stasiun Kereta Changhua.

Sembari menikmati kesejukan pendingin udara di dalam bis, rupanya saya juga sempat menikmati ritme yang lambat dari kehidupan di kota ini. Orang-orang berjalan perlahan, bis bagaikan berada dalam sebuah adegan gerak lambat saat perlahan-lahan melewati satu persatu lampu merah di persimpangan jalan, dan setiap lampu merah seolah tidak akan pernah berubah warna menjadi hijau! Namun, tidak membutuhkan waktu lama bagi saya untuk mulai kehilangan kesabaran, melirik jam tangan, dan mulai memaki adegan gerak lambat yang menyelimuti saya. Empat halte bis telah berlalu dan saya masih tidak melihat nama dari halte tujuan saya muncul di layar monitor di dalam bis. Waktu menunjukkan pukul 4.30 sore saat saya menyadari sesuatu telah berjalan dengan salah dan memutuskan untuk beranjak turun dari bis.
           
Saya menyeberang jalan dengan tergesa untuk menemukan bis menuju ke arah sebaliknya. Tidak satu pun bis melintas setelah saya menunggu dalam diam di halte selama sekitar 15 menit. Rupanya saya masih diselimuti adegan gerak lambat, sebuah jalan raya lebar dengan hanya sejumlah kecil mobil dan motor melintas, lampu merah yang seolah tidak pernah berganti warna yang saya yakin bersalah karena menahan bis yang hendak saya naiki di suatu tempat nun jauh di sana, dan tidak ada taksi! Sebenarnya bukan secara harfiah tidak ada taksi, namun sejak saat saya memutuskan untuk menggunakan apapun alat transportasi yang tersedia termasuk taksi, tiga atau empat taksi tak berpenumpang melintas di hadapan saya tanpa sedikit pun niat untuk berhenti tidak peduli seberapa kuat saya melambaikan tangan memohon agar mereka berhenti. Waktu menunjukkan pukul 5 sore saat saya hampir mulai menangis karena memikirkan bahwa kunjungan ke Changhua kali ini bakal berlalu sia-sia. Saat saya mulai sungguh-sungguh mempertimbangkan untuk kembali ke stasiun kereta agar tidak tertinggal kereta menuju ke Chiayi, sebuah taksi berhenti dan mengantarkan kami ke Baguashan.

Gerbang menuju Baguashan Giant Buddha Scenic Area
Jalan Setapak menuju Patung Buddha Raksasa
Berbagai Patung Dewa sepanjang Jalan Setapak menuju Patung Buddha Raksasa
Patung Buddha Raksasa
Patung Singa di depan Buddha Raksasa
Kuil Buddha Raksasa di belakang Patung Buddha Raksasa
Kuil Buddha Raksasa
Ukiran Naga di depan Kuil
Patung Gajah di depan Kuil
Taman Baguashan
Kolam Ikan Mungil di dalam Taman Baguashan
Pagoda Bagua
Baguashan Giant Buddha Scenic Area merupakan tempat yang wajib dikunjungi. Patung Buddha Raksasa yang memukau, Kuil Buddha Raksasa yang megah, dan sepasang Pagoda Bagua yang dibangun di sebuah kawasan cantik Baguashan dengan segera menyingkirkan kesedihan saya dan menggantinya dengan kegembiraan. Meskipun saya hanya memiliki waktu sekitar 45 menit untuk berkeliling seluruh kawasan, saya merasa teramat puas, terlebih karena berhasil menyelesaikan misi untuk berfoto dengan menirukan pose artis.

Sumber Gambar di sebelah Kiri: weibo.com/richiefirework
Pada sekitar pukul 6 sore, saya mulai berjalan kaki menuju Stasiun Kereta Changhua untuk melanjutkan perjalanan kereta menuju Chiayi yang akan berangkat dalam setengah jam ke depan. Benar sekali, saya berjalan kaki, bukan naik bis atau taksi, dan ternyata perjalanan tersebut hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 30 menit! Jadi, untuk mengkoreksi pernyataan saya sebelumnya, cara termudah untuk menuju Baguashan Giant Buddha Scenic Area dari Stasiun Kereta Changhua bukan dengan naik bis nomor 6933 atau 6912 dari Terminal Bis Changhua, melainkan cukup dengan berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit. Bukan hanya tidak perlu membuang-buang waktu untuk menunggu bis dan lampu merah yang seolah tiada akhir, namun bisa jadi kita juga dapat menemukan sesuatu yang menarik sepanjang perjalanan, misalnya sebuah Kuil Konfusius tertua di Taiwan.

Kuil Konfusius Tertua di Taiwan
Setibanya di Chiayi pada malam hari, kami langsung menuju ke penginapan yang hanya berjarak 15 menit perjalanan kaki dari Stasiun Kereta Chiayi. Pemilik penginapan adalah sepasang suami istri yang sangat ramah dalam menyambut dan memberikan rekomendasi yang berguna tentang hal-hal yang bisa dilakukan dalam kurun waktu yang sangat singkat selama kami berada di Chiayi. Mengikuti rekomendasi mereka, kami pun memutuskan untuk melewatkan malam di Chiayi dengan mengunjungi Pasar Malam Guanguang di Jalan Wenhua dan memuaskan selera makan kami dengan Nasi Ayam Air Mancur dan Es Kembang Tahu sebelum beristirahat dan bersiap untuk perjalanan Penghu yang sesungguhnya.

Tiket Kereta ke Chiayi
Persimpangan Jalan Wenhua di dekat Nasi Ayam Air Mancur
Berjalan Menyusuri Pasar Malam Guanguang di Chiayi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar