Waktu tidak lama berselang sejak saat pertama kali saya menerima kabar
bahwa penyanyi Taiwan idola saya akan berada di Penghu selama bulan Mei untuk
syuting film terbaru hingga saat saya memutuskan untuk bergabung dalam tur 2
hari ke Penghu bersama rekan-rekan dengan minat yang sama. Saya, suami saya,
beserta enam orang kawan lainnya akan menempuh perjalanan yang biasa kita sebut
dengan perjalanan ‘mengejar bintang’. Kegembiraan saya memuncak hingga
menyingkirkan seluruh kekhawatiran tentang besarnya biaya yang harus
dikeluarkan sepanjang perjalanan. Meskipun saya masih membawa tas ransel di
punggung, namun saya memesan kamar di hotel bintang lima , menyewa mobil van beserta sopir yang
sebagian besar waktu kami anggap sebagai pemandu wisata, dan memesan makanan
tanpa melihat harga terlebih dahulu. Usaha kecil saya untuk menghemat biaya
dengan memilih naik kereta biasa dibandingkan kereta THSR (Taiwan High-Speed Rail) dari Taipei
menuju Chiayi gagal total. Kami akan berkumpul di Stasiun Kereta Chiayi pada
pukul 8 pagi dan tidak mungkin kereta biasa dari Taipei dapat tiba di Chiayi pada waktu yang
sedemikian pagi. Oleh karena itu, saya harus berangkat sehari sebelumnya dan
bermalam di Chiayi yang berarti membutuhkan anggaran lebih untuk biaya
penginapan. Dengan semangat untuk menjadikan perjalanan kali ini penuh dengan
pengalaman baru, tidak membelanjakan uang dengan sia-sia tanpa melakukan hal
yang berarti, saya pun memutuskan untuk singgah sejenak di Changhua, Kota Bambu
bersejarah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Chiayi.
![]() |
Tiket Kereta ke
Changhua di atas Ransel Murah Saya
|
![]() |
Selamat Datang di
Changhua
|
Changhua memiliki peran yang penting dalam sejarah Taiwan karena perannya sebagai markas bagi Han
(salah satu suku etnis Cina) pada saat mereka melakukan invasi ke Taiwan dan mempertahankan diri dari suku
aborigin Taiwan .
Untuk menjalankan fungsi tersebut, dibangunlah sebuah benteng yang terbuat dari
bambu, sehingga tempat ini juga dijuluki sebagai Kota Bambu. Karena saya akan
tiba pada sekitar pukul 3.30 sore dan masih harus melanjutkan perjalanan ke
Chiayi pada hari yang sama, rencana saya adalah untuk melakukan kunjungan
singkat ke obyek wisata paling ternama di Changhua, Baguashan Giant Buddha Scenic Area. Saya tidak pernah membayangkan
sebelumnya bahwa perjalanan singkat ini berubah menjadi penuh lika-liku,
saat-saat kebahagiaan yang diikuti dengan ketergesa-gesaan, kesedihan yang
digantikan dengan harapan, dan kegembiraan yang dilengkapi dengan kejutan di
luar perkiraan.
Perjalanan menuju ke Baguashan Giant Buddha Scenic Area dari Stasiun Kereta Changhua
terbilang cukup mudah, hanya perlu naik bis dengan nomor 6933 atau 6912 dari
Terminal Bis Changhua yang berjarak 5 menit perjalanan kaki dari stasiun
kereta. Kunci untuk tetap membuat perjalanan ini mudah adalah dengan
memperhatikan arah perjalanan bis, pastikan bis yang kita naiki menuju halte
Lugang dan bukan sebaliknya, seperti yang saya lakukan! Mungkin tiba di
Changhua, kampung halaman dari penyanyi idola saya kepada siapa perjalanan ini
didedikasikan, telah membuat saya terlalu bersemangat sehingga tidak
memperhatikan detil. Mungkin juga cuaca panas bulan Mei menyebabkan pikiran
saya tidak jernih dan terlalu berharap untuk dapat segera melepas penat dalam
kesejukan pendingin udara bis. Saya tidak tahu faktor yang mana, atau mungkin
memang kombinasi dari kedua faktor tersebut, yang telah mendorong saya untuk
menaiki bis yang salah.
Memperhatikan sekitar melalui kaca jendela bis, saya
dapat merasakan suasana sebuah kota
yang memiliki sejarah panjang. Berbagai toko dengan sentuhan modern dan merek
baru berhimpitan dengan aneka kedai makanan tua dan tradisional di kedua sisi
jalan kecil yang sibuk. Merupakan hal yang tidak berlebihan untuk mengatakan
bahwa beberapa kedai makanan di sepanjang jalan ini sudah memiliki sejarah
lebih dari 50 tahun dan tetap bertahan dikarenakan kelezatan dan keunikan
rasanya. Dua kedai yang paling terkenal saat ini adalah Bakso Beimenkou, yang
tidak dapat saya coba meski seberapa lezat pun rasanya karena saya tidak
diperbolehkan makan daging babi, dan Susu Pepaya Dawang, yang sayangnya juga
harus saya lewatkan karena keterbatasan waktu. Kedua kedai tersebut dapat
dicapai hanya dengan berjalan kaki dari Stasiun Kereta Changhua.
Sembari menikmati
kesejukan pendingin udara di dalam bis, rupanya saya juga sempat menikmati
ritme yang lambat dari kehidupan di kota
ini. Orang-orang berjalan perlahan, bis bagaikan berada dalam sebuah adegan gerak
lambat saat perlahan-lahan melewati satu persatu lampu merah di persimpangan
jalan, dan setiap lampu merah seolah tidak akan pernah berubah warna menjadi
hijau! Namun, tidak membutuhkan waktu lama bagi saya untuk mulai kehilangan
kesabaran, melirik jam tangan, dan mulai memaki adegan gerak lambat yang
menyelimuti saya. Empat halte bis telah berlalu dan saya masih tidak melihat
nama dari halte tujuan saya muncul di layar monitor di dalam bis. Waktu
menunjukkan pukul 4.30 sore saat saya menyadari sesuatu telah berjalan dengan
salah dan memutuskan untuk beranjak turun dari bis.
Saya menyeberang jalan
dengan tergesa untuk menemukan bis menuju ke arah sebaliknya. Tidak satu pun
bis melintas setelah saya menunggu dalam diam di halte selama sekitar 15 menit.
Rupanya saya masih diselimuti adegan gerak lambat, sebuah jalan raya lebar
dengan hanya sejumlah kecil mobil dan motor melintas, lampu merah yang seolah
tidak pernah berganti warna yang saya yakin bersalah karena menahan bis yang
hendak saya naiki di suatu tempat nun jauh di sana, dan tidak ada taksi! Sebenarnya
bukan secara harfiah tidak ada taksi, namun sejak saat saya memutuskan untuk
menggunakan apapun alat transportasi yang tersedia termasuk taksi, tiga atau
empat taksi tak berpenumpang melintas di hadapan saya tanpa sedikit pun niat
untuk berhenti tidak peduli seberapa kuat saya melambaikan tangan memohon agar
mereka berhenti. Waktu menunjukkan pukul 5 sore saat saya hampir mulai menangis
karena memikirkan bahwa kunjungan ke Changhua kali ini bakal berlalu sia-sia.
Saat saya mulai sungguh-sungguh mempertimbangkan untuk kembali ke stasiun
kereta agar tidak tertinggal kereta menuju ke Chiayi, sebuah taksi berhenti dan
mengantarkan kami ke Baguashan.
![]() |
| Gerbang menuju Baguashan Giant Buddha Scenic Area |
![]() |
Jalan Setapak
menuju Patung Buddha Raksasa
|
![]() |
Berbagai Patung
Dewa sepanjang Jalan Setapak menuju Patung Buddha Raksasa
|
![]() |
Patung Buddha
Raksasa
|
![]() |
Patung Singa di
depan Buddha Raksasa
|
![]() |
Kuil Buddha Raksasa
di belakang Patung Buddha Raksasa
|
![]() |
Kuil Buddha Raksasa
|
![]() |
Ukiran Naga di
depan Kuil
|
![]() |
Patung Gajah di
depan Kuil
|
![]() |
![]() |
Kolam Ikan Mungil
di dalam Taman Baguashan
|
![]() |
Pagoda Bagua
|
Baguashan
Giant Buddha Scenic Area merupakan tempat yang wajib dikunjungi. Patung
Buddha Raksasa yang memukau, Kuil Buddha Raksasa yang megah, dan sepasang
Pagoda Bagua yang dibangun di sebuah kawasan cantik Baguashan dengan segera
menyingkirkan kesedihan saya dan menggantinya dengan kegembiraan. Meskipun saya
hanya memiliki waktu sekitar 45 menit untuk berkeliling seluruh kawasan, saya
merasa teramat puas, terlebih karena berhasil menyelesaikan misi untuk berfoto
dengan menirukan pose artis.
![]() |
Sumber Gambar di
sebelah Kiri: weibo.com/richiefirework
|
Pada sekitar pukul 6 sore, saya mulai berjalan
kaki menuju Stasiun Kereta Changhua untuk melanjutkan perjalanan kereta menuju
Chiayi yang akan berangkat dalam setengah jam ke depan. Benar sekali, saya
berjalan kaki, bukan naik bis atau taksi, dan ternyata perjalanan tersebut
hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 30 menit! Jadi, untuk mengkoreksi
pernyataan saya sebelumnya, cara termudah untuk menuju Baguashan Giant Buddha Scenic Area dari Stasiun Kereta Changhua
bukan dengan naik bis nomor 6933 atau 6912 dari Terminal Bis Changhua,
melainkan cukup dengan berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit. Bukan hanya
tidak perlu membuang-buang waktu untuk menunggu bis dan lampu merah yang seolah
tiada akhir, namun bisa jadi kita juga dapat menemukan sesuatu yang menarik
sepanjang perjalanan, misalnya sebuah Kuil Konfusius tertua di Taiwan .
![]() |
Kuil Konfusius
Tertua di Taiwan
|
Setibanya di Chiayi pada malam hari, kami langsung menuju ke penginapan
yang hanya berjarak 15 menit perjalanan kaki dari Stasiun Kereta Chiayi.
Pemilik penginapan adalah sepasang suami istri yang sangat ramah dalam
menyambut dan memberikan rekomendasi yang berguna tentang hal-hal yang bisa
dilakukan dalam kurun waktu yang sangat singkat selama kami berada di Chiayi.
Mengikuti rekomendasi mereka, kami pun memutuskan untuk melewatkan malam di
Chiayi dengan mengunjungi Pasar Malam Guanguang di Jalan Wenhua dan memuaskan
selera makan kami dengan Nasi Ayam Air Mancur dan Es Kembang Tahu sebelum
beristirahat dan bersiap untuk perjalanan Penghu yang sesungguhnya.
![]() |
Tiket Kereta ke
Chiayi
|
![]() |
Persimpangan Jalan Wenhua
di dekat Nasi Ayam Air Mancur
|
![]() |
Berjalan Menyusuri
Pasar Malam Guanguang di Chiayi
|



















Tidak ada komentar:
Posting Komentar