Tidak ada sesuatu yang istimewa di balik jendela di luar sana . Saya mengintip
keluar melalui celah sempit di antara tirai semata karena ingin mengetahui
keadaan cuaca hari ini. Di sebuah penginapan kecil namun nyaman di Chiayi, saya
bertanya-tanya di dalam hati kenangan seperti apakah gerangan yang akan saya
peroleh dari perjalanan ke Penghu selama 2
hari ke depan. Seluruh wilayah pulau Formosa
telah siap untuk menyambut kedatangan musim panas, namun di Taiwan bagian tengah ini, saya merasakan
udara pagi yang jauh lebih nyaman menyelimuti saya. Menikmati langit yang cerah
namun masih dengan cahaya matahari yang bersahabat, udara yang hangat namun
tidak sepanas dan selembab udara Taipei , membuat
saya sepenuh hati berharap agar cuaca Penghu
pun seindah cuaca Chiayi pagi ini.
Waktu menunjukkan
pukul 7 pagi dan saya merasa takjub dengan betapa masih sunyinya gang kecil di
depan penginapan ini. Semakin jauh saya berjalan meninggalkan pintu penginapan
menuju ke arah jalan raya, suasana kota
yang sibuk pun mulai semakin terasa. Spontan saya pun teringat akan sebersit
kekecewaan yang saya rasakan semalam saat sedang berjalan-jalan di kota Chiayi. Chiayi
memiliki suasana kota
yang serupa dengan Changhua dimana nuansa tradisional berbaur dengan
modernitas. Berjalan sepanjang jalan perkotaan di Changhua pada siang hari dan
menyusuri keramaian jalan di Chiayi pada malam hari menimbulkan sebuah
penyesalan karena saya tidak memiliki waktu yang lebih panjang untuk menjelajah
kedua tempat ini. Saya pun menyadari bahwa waktu yang singkat ini pun akan
segera berlalu seiring dengan langkah kaki saya yang semakin mendekati Stasiun
Kereta Chiayi, dimana saya akan bertemu dengan kawan-kawan yang lain untuk
melanjutkan perjalanan ke Penghu .
Saat ini adalah ketiga
kalinya saya bertemu dengan mereka berdua. Si gemuk yang memenuhi kursi depan
di samping pengemudi merupakan kawan yang paling saya kenal dibanding yang
lain. Sementara itu, rekan yang duduk di sebelah kiri saya tampak menyenangkan
namun pendiam, entah karena dia memang tidak suka terlalu banyak berbicara atau
karena dia dengan segera tertidur setelah masuk ke dalam taksi. Saya tidak
dapat memusatkan pikiran saya sepanjang perjalanan selama 50 menit dari Stasiun Kereta Chiayi ke Pelabuhan Budai dimana kami akan menaiki kapal feri menuju Penghu .
Rekan yang gemuk itu dengan pengemudi taksi wanita kami mulai mengobrol tanpa
henti dengan menggunakan campuran bahasa Mandarin dan Taiwan Hokkien sehingga
membutuhkan usaha yang tidak sedikit bagi saya untuk dapat memahami percakapan
mereka. Setelah menyerah untuk berusaha mengikuti percakapan mereka, saya
mencoba untuk memusatkan perhatian saya kepada pemandangan di luar, namun
sebagian besar yang terlihat adalah tanah lapang sepi yang mengelilingi kami.
Tidak ada satu hal pun yang dapat membantu mengusir kekhawatiran saya. Saya
khawatir tentang seberapa baik saya dapat sekaligus menjalin hubungan dengan
enam kawan baru, yang empat lainnya baru akan saya temui di Pelabuhan Budai.
Saya juga khawatir apakah misi kami akan tercapai dalam 2 hari ke depan atau
tidak karena hal tersebutlah yang menentukan apakah uang untuk biaya perjalanan
ini terbuang percuma atau tidak. Namun, kekhawatiran pertama saya tampaknya
langsung lenyap segera setelah kami tiba di Pelabuhan Budai, membayar NTD 800
untuk biaya taksi, dan menemui kawan-kawan yang lain. Mereka terihat sangat
ramah sehingga saya merasa optimis tidak akan kesulitan untuk bergaul dengan
mereka. Di samping itu, pada dasarnya kami semua berada disini untuk satu
tujuan yang sama.
![]() |
Pelabuhan Budai di
Chiayi
|
Saat menunggu waktu keberangkatan kapal selepas membayar tiket seharga
NTD 900 untuk satu kali perjalanan, saya melepaskan pandangan sekilas ke arah
kawan-kawan baru saya dan berusaha memahami mengapa rekan-rekan dalam kelompok
ini, termasuk saya, merasa sangat antusias dalam merencanakan perjalanan ini
dengan harapan dapat menemui satu orang saja, meskipun hanya sesaat. Pria gemuk
yang sebelumnya berbagi taksi dengan saya merupakan penggemar dari orang tersebut
selama 17 tahun. Kenyataan bahwa dia tanpa ragu-ragu menyambut saya dalam
kelompok ini karena memiliki minat yang sama, meskipun sebelumnya hanya saling
mengenal di internet, menunjukkan seberapa besar dukungan yang diberikannya
untuk orang tersebut. Pria yang tampak menyenangkan namun pendiam merupakan
penggemar selama 16 tahun sebelum akhirnya menyadari bahwa ibunya adalah teman
sekolah menengah pertama dari orang tersebut. Selembar foto usang dari buku
angkatan sekolah lengkap dengan tanda tangan orang tersebut sekarang telah
menjadi salah satu harta karunnya. Ada
juga seorang ibu bersama putrinya yang sama-sama bergabung dalam kelompok ini
sehingga terkadang membuat saya berpikir seperti apa perasaan suami (atau ayah)
mereka. Seorang ibu yang lain mengaku bahwa putrinya tidak pernah dapat
memahami mengapa dia bergabung dalam kelompok ini, namun dari ekspresi wajahnya
saya dapat melihat dengan jelas betapa gembira dan bersemangatnya ia.
Bagaimanapun juga, dia adalah penggemar yang menonton film yang sama sebanyak
lebih dari 15 kali untuk menunjukkan dukungannya terhadap orang tersebut
sebagai produser, sutradara, sekaligus pemeran utama pria. Kawan yang terakhir
adalah seorang wanita muda yang pada satu waktu pernah berkata pada saya bahwa suara
dari orang tersebutlah yang telah memikatnya sampai saat ini. Sayang sekali,
sesampainya disini, lamunan saya harus terputus ketika semua orang mulai
beranjak menuju pintu keberangkatan. Feri menuju Penghu
yang hendak kami tumpangi siap untuk berlayar!
![]() |
Pemandangan Selat
|
Saya mengawali perjalanan feri dengan rasa takjub saat menyadari bahwa
seorang ibu yang telah menonton film yang sama sebanyak lebih dari 15 kali itu
ternyata masih memiliki cara lain yang sederhana namun mengagumkan untuk
menunjukkan dukungannya sebagai penggemar. Dia membawa selembar kain putih,
sebuah jarum, benang, gunting, dan beberapa bola styrofoam. Menyadari ekspresi
penasaran di wajah saya, dia pun bertanya apakah saya tahu alasan dia membawa
barang-barang tersebut. Ketika melihat bahwa saya tidak tahu bagaimana harus
menjawab, dia pun mulai menjelaskan bahwa dia akan membuat 8 buah boneka anti
hujan, satu untuk masing-masing orang, dan kami akan memberikan semuanya kepada
orang yang kami harap dapat kami jumpai di Penghu sebagai sebuah bentuk
dukungan. Dengan membawa boneka-boneka anti hujan ini, kami berharap agar cuaca
Penghu yang hampir selalu hujan sepanjang
minggu itu, akan berganti menjadi cerah sehingga tidak lagi menghambat kemajuan
proses syuting. Sayangnya, setelah mendengarkan penjelasan tersebut, saya tidak
punya pilihan lain selain berusaha untuk memejamkan mata sepanjang sisa
perjalanan selama 1.5 jam karena saya merasakan mabuk laut yang hebat!
![]() |
Kapal Feri Kami
Mendekati Pelabuhan Magong
|
![]() |
Pelabuhan Magong
|
Pengemudi yang juga merupakan pemandu wisata kami
adalah seorang pria tinggi kurus dengan wajah ceria dan ekspresi yang spontan.
Saya teringat masa-masa sebelum saya pindah ke Taiwan ,
ketika saya masih berusaha untuk mencari tahu karakter dari orang-orang Taiwan dan
bagaimana saya harus bersosialisasi dengan mereka tanpa menimbulkan masalah perbedaan
budaya. Saya menemukan sebagian besar orang mengatakan bahwa masyarakat Taiwan jarang
menggunakan cara-cara langsung untuk menyampaikan maksud mereka. Ketika
akhirnya saya menginjakkan kaki di Taiwan ,
kesan pertama saya terhadap masyarakat Taiwan adalah bahwa mereka sangat
ramah dan luar biasa sopan. Oleh karena itu, saya pun percaya bahwa dengan
alasan tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, mereka akan lebih memilih
menggunakan cara-cara tidak langsung untuk mengungkapkan maksud mereka. Melirik
kembali ke arah pemandu wisata kami, saya pun mengingatkan diri sendiri untuk
tidak lagi percaya begitu saja dengan teori mengenai karakter suatu masyarakat
tertentu sebelum memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan mereka.
Pemandu wisata tersebut adalah orang yang sangat spontan dan dalam waktu
singkat tidak segan-segan melemparkan guyonan yang terbilang sensitif begitu
kami berada di dalam mobilnya. Memang bagaimanapun juga akan selalu ada
berbagai karakter orang di manapun kita berada.
Setelah menikmati makan siang sederhana pertama di
Penghu, kami dengan segera menuju ke tujuan paling pertama dan utama, yaitu
lokasi syuting yang pada hari itu berada di sebuah tempat bernama dermaga
Chikan di kota Baisha. Di dermaga Chikan, kami bertemu dengan kawan-kawan dari
kelompok Hongkong yang telah tiba di lokasi sehari sebelum kami. Waktu
menunjukkan pukul 2 siang dan mereka mengatakan bahwa kami mungkin harus
menunggu hingga sekitar pukul 3 saat para kru film beristirahat supaya dapat
menemui pria yang kami cari. Ketika seorang kawan dengan bersemangat
menunjukkan boneka anti hujan kami kepada mereka, saya melihat ke sekeliling
dan merasa puas karena beberapa boneka anti hujan ini terbukti memiliki
kekuatan untuk menghalau hujan yang telah menghantui Penghu
sepanjang minggu.
![]() |
Satu Hari yang
Cerah di Dermaga Chikan
|
![]() |
Pantai di Dermaga
Chikan
|
![]() |
Pemandangan Selat
|
Sekitar pukul 3 sore, akhirnya kami melihat pria itu keluar dari rumah
pantai sederhana yang khusus dibangun untuk lokasi syuting dan berjalan ke arah
kami. Kulitnya terlihat lebih hitam dibandingkan dengan saat terakhir kali saya
bertemu dengannya, namun senyum yang ramah itu sama sekali tidak berubah.
Mengenakan busana kasual berupa celana pendek coklat dan kaos putih, wajahnya
sedikit tersembunyi di balik bayangan yang dibentuk oleh topi koboi coklat yang
dipakainya. Sembari sibuk menerima hadiah boneka anti hujan dari kami satu
persatu, dia mengatakan betapa dia sangat menghargai kedatangan dan dukungan
kami, namun tidak ingin kami berada disana sepanjang hari di bawah terik
matahari hanya untuk menunggunya. Melanjutkan dengan suara yang tulus, dengan
lembut dia meminta kami supaya memanfaatkan waktu kami disini untuk berwisata
sehingga dia tidak perlu mengkhawatirkan kami dan dapat berkonsentrasi pada
pekerjaannya. Melihat dan mendengarkan suaranya secara langsung, berapa kalipun
hal ini pernah terjadi sebelumnya, membuat saya terpukau dan berdiri diam
disana tanpa melakukan apapun. Tampaknya sementara saya membeku disana, seluruh
kawan saya telah memberikan boneka anti hujan mereka kepadanya. Melihat boneka
anti hujan yang masih tergenggam di tangan saya, pria ramah itu tersenyum dan
mengambil inisiatif untuk berkata, “Itu untuk saya bukan?” Pertanyaan pendek
ini, diajukan oleh seorang pria yang telah menciptakan rekor penjualan album musik
tak terpecahkan di Asia dengan menjual sebanyak 26 juta kopi hanya dari satu
album, adalah satu hal yang membuat seluruh perjalanan ini berharga dan tak
terlupakan!
Tidak ingin menambah beban
untuk proses syuting, kami pun tidak mempunyai pilihan lain selain meninggalkan
pesona cantik dari dermaga Chikan. Saat jam tangan menunjukkan sekitar pukul
4.30 sore, kami memutuskan untuk mengunjungi Penghu Trans-Ocean Bridge, sebuah jembatan yang menghubungkan pulau
Baisha dengan pulau Xiyu, sebelum menuju ke Hotel Pescadores, satu-satunya
hotel bintang lima di Penghu dimana aktor kami menginap, untuk melakukan check-in dan beristirahat. Malam
harinya, kami menikmati hidangan makanan laut segar dan singgah di Xiying Rainbow Bridge untuk menutup satu
hari yang sempurna di Penghu !
![]() |
![]() |
Pemandangan di Penghu Trans-Ocean Bridge
|
![]() |
Hotel Pescadores
|
![]() |
Yindi’an, Restoran
Makanan Laut Segar dengan Harga Terjangkau
|
![]() |



















































